Guyyyyssssss... kali ini gue comeback ama FOUND YOU IN SEOUL PART 2! penasaran? kekeke :D
“Na Na...,”. tegur appa di ruang makan. Dan gue tau, eomma pasti udah cerita semuanya ke appa.
“Appa sudah dengar semua yang eomma
kamu katakan. Tentang surat itu, besok appa akan ke sekolah kamu,” kata appa
dengan bahasa Indonesia yang jelas, namun masih beraksen Korea.
Dingin. Kembali tangan ini dingin
mengingat kejadian di kantor. Gue udah mikir keras seharian ini setelah
nyerahin surat itu ke eomma. Gue bingung. Walaupun gue itu usil, tapi gue nggak
pernah melakukan kerugian yang amat besar kepada orang lain. Trus, alasan apa
yang menyebabkan orang tua gue dipanggil ke sekolah? Gue nggak bisa ngebayangin
gimana hari selanjutnya setelah surat itu. Huft, kali ini gue harus tenang
untuk menghadapi besok.
……………
Dan kali ini gue masuk ke ruang
wakil untuk kedua kalinya. Ketika masuk ke ruangan itu, gue ngeliat appa udah
duduk disana dengan serius.
“Oh, Park Na Na, ayo silahkan duduk
disini,” ujar wakil kesiswaan di sekolah
gue. Kali ini gue lega, karena bapak itu tersenyum manis ke gue.
Gue duduk, dan kembali memandang
lantai seperti yang gue lakukan pertama kali waktu masuk ke ruangan ini. Oh
Tuhan, apa sih yang udah gue perbuat sampai orang tua gue bisa dipanggil ke
ruangan ini? Apa gue bakal di skors? Atau lebih parah lagi. Dikeluarin dari
sekolah? Nggaakkk! Itu nggak boleh terjadi!
“Park Na Na,” tegur pak Herman,
wakil kesiswaan SMA Taesan.
“Oh, iya pak,” gue kembali terbangun
dari lamunan gue yang mengerikan.
“Kamu tau, kenapa orang tua kamu
dipanggil ke sekolah?” tanya pak Herman dengan matanya yang tajam.
“Hmm, maaf pak saya tidak tahu,”
jawab gue pasrah.
“Baiklah. Seperti yang sudah saya
katakan kemarin kalau sekolah terus memantau perkembangan nilai-nilai kamu itu
dari kelas X. Kamu masuk ke sekolah ini
sebagai 50 siswa terbaik yang lulus tes. Dan dari kelas X, kami memperhatikan
nilai kamu pada mata pelajaran bahasa asing yang selalu meningkat kecuali pada
mata pelajaran bahasa Itali. Kamu harus lebih giat belajar lagi, untuk
meningkatkan nilai kamu di mapel itu. Kamu mengerti?” pak Herman bertanya
dengan nada yang biasa namun masih dengan tatapan yang tajam.
“Me..., mengerti pak. Saya akan
berusaha untuk meningkatkan nilai saya di mata pelajaran bahasa Itali.
“Namun, kamu benar-benar berbakat di
mata pelajaran Prancis, Jepang, Mandarin dan Korea,” pak Herman memperbaiki
letak kacamatanya.
Gue berusaha menebak kemana arah
pembicaraan ini, tapi gagal.
“Dengan nilai kamu yang tinggi itu,
sekolah mempertimbangkan kamu untuk menjadi satu-satunya siswa pertukaran
pelajaran perwakilan dari Taesan Internatioanal School. Pertukaran pelajaran
ini akan diadakan selam 1 bulan di Korea. Kamu akan bertemu berbagai siswa dari
berbagai negara,” jelas pak Herman.
Oh Gosh! Gue jadi siswa pertukaran
pelajar? Mimpi apa gue semalam? Kenapa gue nggak nyadar kalo selama ini sekolah
memperhatikan nilai gue? Tapi biarin, yang penting gue nggak diskors, apalagi
dikeluarin. Kyaa... Korea, gue kembali!
……………
“Serius lo Na?” Tika, Gina, dan
Miranda berbicara serentak.
“Hu uh,” jawab gue sambil memasukkan
beberapa bakso sekaligus ke mulut gue dan mengunyahnya dengan kejam. Gue yakin,
kalo bakso-bakso tak berdosa ini bisa ngomong, mereka pasti bakal
teriak-teriak. Tapi itulah tujuan dibuatnya makanan. Makanan itu buat
dikonsumsi. Bener kagak?
“Lo keren!” ujar Tika dengan
semangat.
“Entar, kasih kita oleh-oleh ya,”
ujar Miranda.
“Oh ya, gue pengeen banget makan
kimchi yang berasal dari Korea lansung. Bawaiin dong,” pinta Gina.
“Ok! Tapi, gue nggak habis pikir.
Gue kira, gue itu bakal di skors,” ujar gue menyantap siomay karena baksonya
udah abis. Yah, maklumlah. Tekanan mental yag ngebuat gue makan buanyak kayak
gini. Hehe...
“Itulah yang namanya takdir,” ujar
Tika, Gina, dan Miranda bersamaan (lagi).
Gue
bingung, tuh anak bertiga kok bisa barengan terus ya ngomongnya. Mungkin bener
juga kata mereka. ‘Itulah yang namanya Takdir’.
*Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar